Breaking

Selamat datang di blog Rahmi Intan. Blog ini mengenai seputar karya-karya Rahmi Intan

Thursday, January 25, 2018

Cahaya Dunia (Cerpen Islami)










“Cahaya  Dunia”
Oleh : Rahmi Intan

            Masih melamun di tengah hiruk-pikuk metropolitan menghadap lalulalang manusia berjalan hilir-mudik. Terkadang ada juga yang tak tentu arah ke mana mengayunkan kaki. Sama sepertinya yang tak tahu ke mana mengayunkan kaki. Masih terdiam duduk di halte berpikir tujuan ke mana yang hendak dicapai.
            “Ke mana tempat impianmu?”
            Pertanyaan itu masih terngiang di benaknya. Menyita pikiran kosong yang sempat membias. Belum terpikir untuknya pergi ke mana saat sekarang. Ditambah lagi semangatnya yang kendor beberapa hari ini, disebabkan tidak sempat mengikuti screening perekrutan anggota baru jurnalistik di kampus karena terlambat mendapat info terbaru. Padahal ia sangat ingin mengikuti unit kegiatan mahasiswa jurnalistik. Ada hal yang membuat hatinya kuat ingin menjadi anggota itu. Sayangnya takdir belum bisa mengatakan iya.
            “Ada drama Korea baru. Mau pinjam?” tanya seseorang mengejutkan dari samping sambil tegak berdiri.
            Cepat ia menoleh kepada si pemberi kaset Korea. Alia dan Resi tersenyum sumringah menatap bola matanya yang sedari tadi sedikit berkaca. Kedua sahabat itu enggan bertanya tentang matanya yang berkaca. Tanpa diberitahu pun mereka tahu bahwa ia tengah bersedih pasal peristiwa beberapa hari yang lalu. Apalagi neneknya dirawat di rumah sakit sejak divonis penyakit alergi berkepanjangan. Membuat ia berpikir keras pada kesembuhan Nenek.
            “Cobalah untuk lebih bersabar lagi! Setiap senyum manis yang terlukis di bibirmu adalah obat tersendiri untuk nenekmu. Kuyakin ia bisa sembuh jika kau juga sembuh. Bagaimana mungkin beliau bisa sembuh jika kau sendiri duduk berdiam diri di sini?” gumam Alia.
            “Tontonlah drama Korea ini. Kau bisa menemukan jawaban atas pertanyaan jurnalistikmu tempo hari. Semoga terhibur! Jangan bersedih! Kau harus mengerti lebih banyak lagi,” sambung Resi menyodorkan kaset Korea padanya.
            Ia langkahkan kaki menuju rumah sakit menengok keadaan Nenek berbaring tak berdaya menghadapi ujian dari-Nya. Kedua sahabat membiarkannya pergi secepat kilat. Sepintas saja ia langsung ke rumah, menghidupkan televisi, dan memasukkan kaset pada DVD player. Sangat penasaran sekali. Cepat ia putar drama Korea yang diberikan sahabat-sahabatnya tadi. Duduklah ia di depan televisi menonton episode pertama.
            Hampir dua jam ia menatap layar penuh konsentrasi. Memang, sebelumnya ia sering menonton drama Korea dengan judul dan permasalahan yang berbeda-beda. Awalnya ia tak ada inspirasi ke mana tempat impian. Akhirnya sekarang ada yang membuatnya tertarik ke mana akan pergi.
            “Setiap orang punya tempat impian. Sekarang kutahu di mana tempat impianku.”
            Korea, ya, Korea. Tempat impiannya adalah Korea dengan berjuta imajinasi para penulis skenario, crew film di sana. Itulah yang terpikir olehnya saat ini setelah menonton drama Korea tadi.
            “Kenapa penyiar berita selalu menyampaikan fakta dibalut dampak? Kenapa penyiar lebih mementingkan berita bahagia daripada berita penting?”
            Lama juga berpikir, akhirnya pertanyaan jurnalistik satu minggu lalu terjawab olehnya. “Sensasi lebih utama dari permasalahan berharga”. Mungkin Allah belum membolehkannya mengikuti UKM itu.
            Malam hari ia pergi ke rumah sakit menjenguk Nenek yang semakin hari semakin parah. Kedua sahabat telah berada di sana sembari memegang tangan Nenek yang kedinginan. Meski alergi sensitif menular ke siapapun, namun keduanya masih bisa memakai sarung tangan menggenggam tangan neneknya.
            “Terima kasih telah menemani nenekku. Sekarang kutahu di mana tempat impianku.”
            “Di mana?” tanya mereka serempak.
            “Korea.”
            Keduanya ternganga, “Apa alasanmu memilih negara Korea sebagai tempat impian?”
            “Teknologi. Lalu ilmu kedokteran dan jurnalistik dari penulis skenarionya. Aku ingin ke sana menemui semua crew televisi yang bertugas. Kalau bisa, kuingin terlibat pada drama yang mereka buat. Entah sebagai apa, yang penting ikut.”
            Kedua sahabat mengacungkan jempol kepadanya, begitu juga Nenek tak kalah dari mereka. Ia tidak tahu saja apa yang terjadi di Korea dan bagaimana keadaan di sana. Alia dan Resi mendukung keputusannya memilih Korea sebagai sasaran tuju kelak. Ia sangat bersemangat setelah mendapatkan dukungan dari mereka dan juga Nenek.
            Esok paginya ia bersantai di depan televisi sambil mendengarkan kabar berita dari salah satu stasiun televisi. Mulutnya masih sibuk mengunyah kue, sesekali menyeruput susu di dalam gelas yang terletak di atas meja. Remote terus dalam genggaman. Ketika hendak menukar ke stasiun televisi lain, matanya menangkap sosok mengharukan. Hatinya tergetar mendengar berita tersebut. Saat itu yang ia ingat jelas adalah Allah.
            “Sunita Williams, seorang wanita India pertama yang pergi ke bulan pada tanggal  9 Juli 2011. Dia mengatakan bahwasannya dari bulan seluruh bumi kelihatan hitam dan gelap kecuali dua tempat yang terang dan bercahaya, yaitu Mekkah dan Madinah.”
            Ia melanjutkan mendengar pernyataan selanjutnya di televisi tanpa berkedip sedikit pun saking seriusnya.
            “Berita kami lanjutkan, ‘Di Bulan semua frekuensi suara tidak berfungsi, tapi saya mendengar suara adzan.’ Ucapnya. Para Astronot telah menemukan bahwa planet bumi mengeluarkan semacam radiasi. Radiasi yang menghubungkan antara ka’bah di planet bumi dengan ka’bah di alam. Di tengah kutub utara dan kutub selatan terdapat satu area yang disebut zero magnetism area, di mana apabila kita mengeluarkan kompas di area tersebut, maka jarum kompas tidak akan bergerak sama sekali karena daya tarik yang sama besar.”
            Ia masih fokus mendengarkan berita.
            “Itulah sebabnya jika seseorang tinggal di Mekah maka ia hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak dipengaruhi oleh kekuatan gravitasi. Prof Lawrence E Yoseph menyatakan bahwa sekiranya orang Islam berhenti melakukan tawaf dan salat di muka bumi. Niscaya terhentilah perputaran bumi karena rotasi dari super konduktor yang berpusat di hajar aswad tidak memancarkan gelombang elektromagnetik. Sekian berita dari kami. Terima kasih dan sampai jumpa kembali pukul 12 malam nanti,” ucap Reporter di televisi.
            Hati tambah tergetar mendengar berita tersebut dan badannya menggigil. Tiba-tiba saja tempat impiannya berubah kepada dua cahaya dunia itu, Mekah dan Madinah. Buru-buru ia mengambil langkah seribu ke rumah sakit, ke ruangan rawat inap Nenek. Letih badan tak ia pedulikan. Terus berlari sampai bertemu Nenek yang telah membesarkannya.
            “Nek, hari ini aku berjanji, semampuku akan mengajak Nenek untuk haji atau umroh. Entah itu kapan. Yang jelas tempat impianku sebenarnya bukan Korea, melainkan Mekah dan Madinah. Kupercaya tempat dua cahaya dunia ini adalah tempat impianku yang paling tepat. Kuingin mengunjungi tempat yang seharusnya kita kunjungi,” ujarnya di hadapan Nenek.
            “Terima kasih, Cu! Sungguh, tempat impian yang sangat mulia. Semoga Allah mengabulkan pinta di setiap doa di dalam salatmu,” jawab Nenek tersenyum.

Ilustrasi gambar dari https://www.google.com/search?client=firefox-b-ab&biw=1280&bih=881&tbm=isch&sa=1&ei=E61qWuvQO4P2vATckq3YDg&q=gambar+kartun+kota+madinah&oq=gambar+kartun+kota+madinah&gs_l=psy-ab.3...61672.66251.0.66554.19.15.0.4.4.0.95.1110.15.15.0....0...1c.1.64.psy-ab..0.14.896...0j0i67k1j0i30k1j0i8i30k1.0.PVq-rxPStx8#imgrc=iO0T3jsB6MhJ-M:

No comments:

Post a Comment