“PIARAAN KAKEK”
Oleh : Rahmi Intan
Zahra sangat dekat dengan kakeknya. Hampir setiap minggu dia mengunjungi
rumah kakek yang hanya berjarak lima rumah dari rumahnya. Memang tidak terlalu
jauh, tapi cukup berjalan beberapa langkah sudah sampai ke sana.
Burung
piaraan kakek sangat banyak sekali, dari jenis burung yang paling bagus
warnanya hingga yang biasa-biasa saja. Karena itulah Zahra tertarik untuk
bermain ke rumah kakek. Meskipun
kakek hanya tinggal sendiri saja di rumahnya, tapi kakek tak pernah kesepian. Dia tidak
pernah lupa untuk memberi makan semua piaraan supaya semua piaraan kakek sehat,
dan terhindar dari virus flu burung yang menyebar di mana-mana.
Minggu
kali ini, Zahra ingin bermain ke rumah kakek. Ada satu hal yang mendorongnya
untuk pergi ke rumah kakek siang itu.
Dia pamit kepada kedua orang tua.
“Papa.. Mama..
Zahra ingin ke rumah kakek, apa papa dan mama mengizinkan Zahra ke sana?”
“Boleh!
Tapi nanti
sore, Zahra sudah berada di rumah, ya
Nak?”
“Baik,
Bunda. Zahra pergi dulu! Assalamu’alaikum!”
jawabnya sambil menyalami dan mencium kedua tangan orang tuanya.
“Walaikumussalam!”
Zahra berjalan dengan girangnya
menuju rumah kakek yang cukup mewah.
Setibanya di sana, tok, tok, tok! Pintu rumah kakek
terdengar ada yang mengetok. Kakek
membukakan pintu rumah.
“Assalamu’alaikum!
Apa kabar, Kek?” tanyanya sambil bersalaman dengan kakek.
“Walaikumussalam!
Kabar kakek baik-baik saja. Kamu
sendiri kabarnya bagaimana Zahra? Ayo.. Masuk!” ajak kakek.
“Alhamdulillah!
Zahra sehat juga, Kek. Oh
iya
Kek, Zahra masih penasaran dengan burung yang satu itu, Kek,” ucapnya sambil
menunjuk sebuah burung piaraan kakek.
“Burung
yang mana? Burung yang ini maksud cucu
kakek?” tanya kakek sambil mengambil burung piaraan yang
ditunjuk Zahra.
“Kakek
tidak takut dengan burungnya? Burungnya seram sekali. Mata dan bulu di lehernya membuat
Zahra takut, tapi Zahra penasaran kenapa burung yang satu ini sangat seram
sekali bentuknya, Kek?”
“Ini
namanya burung hantu atau kokok beluk. Burung ini memang terlihat sangat seram
sekali dan banyak mitos beredar tentang burung hantu ini.”
“Zahra
pernah mendengar mitos tentang burung ini, Kek. Kata orang bukannya burung
hantu itu pembawa kematian, Kek, lalu ada juga yang mengatakan pembawa sial.
Apa betul itu, Kek?”
“Sebenarnya
banyak pendapat tentang burung hantu ini.
Di dunia barat, burung hantu adalah lambang
kebijaksanaan, hanya di Indonesia
saja yang percaya tentang pembawa kematian.
Itupun tidak seluruhnya yang percaya bahwa burung
hantu pertanda maut.”
“Oh, begitu!”
“Iya Cu. Bulunya yang kecoklatan dengan bercak-bercak hitam
dan putih, lalu ekornya yang pendek dengan sayap besar dan lebar, dipadukan
dengan perilakunya yang kerap mematung dan tidak banyak bergerak, menjadikan
burung ini terlihat seram. Zahra perhatikan saja kalau tidak percaya dengan omongan kakek.”
“Kakek benar, kira-kira, panjang sayapnya
berapa, Kek?”
“Panjang
sayapnya mencapai sekitar tiga kali panjang tubuhnya.”
“Sekarang
Zahra sudah mengerti. Zahra menanyakan ini kepada kakek karena Zahra ingin tahu tentang burung hantu. Zahra mendapat tugas di sekolah. Terima
kasih, Kek. Kapan-kapan Zahra akan menanyakan tentang burung piaraan kakek yang
lainnya. Bolehkan?”
“Boleh!
Kalau untuk cucu kakek yang satu ini, kakek pasti akan selalu cerita, asalkan
mau bertanya dan
rajin-rajin ke sini,” jawab kakeknya sambil mengelus kepala Zahra.
“OK!
Oh, iya, apa tidak sebaiknya burung hantu ini dikembalikan ke habitatnya, Kek?
Kasihan! Di sini dia tidak punya banyak teman.”
“Nanti. Kalau sudah waktunya. Kalau burung ini sudah
sembuh total. Kakek akan mengembalikan burung hantu ini ke habitatnya, agar dia
bisa bebas ke manapun dia terbang.”
“Benar
kek. Kita saja manusia tidak
mau dikekang, apalagi binatang.”
“Zahra
betul, Pintar! Nanti kalau ada binatang yang sedang kesakitan di tengah jalan,
Zahra harus menolongnya.”
“Baik,
Kek. Oh, iya, Zahra pulang dulu, Kek. Sudah
hamper sore. Kalau ada waktu, Zahra nanti ke sini
lagi—bercerita-cerita dengan kakek. Assalamu’alaikum!” ujar Zahra bersalaman
dengan kakek, dan langsung pergi.
“Waalaikumussalam. Hati-hati!”
Banyak pelajaran berharga yang
didapatkan Zahra bersama kakeknya, walaupun hanya sebentar saja dalam seminggu,
tapi pengajaran kakek tidak pernah lupa olehnya. Umur tidak menjadikan
penghalang untuk Zahra dalam menuntut ilmu.
Meskipun kakeknya sudah tua, tapi pengetahuan kakek
luas terhadap lingkungan. Rasa
peduli kakek terhadap binatang sangat tinggi.
Tidak hanya burung piaraannya saja, tapi juga
binatang yang lainnya.
Kakek selalu bertekad untuk menjaga
cagar alam yang hampir punah ini.
Dipupuk dengan kasih sayang yang dalam, sama seperti
manusia. Kelak, jika sudah besar, barulah kakek mengembalikan ke habitatnya,
agar binatang-binatang termasuk
burung-burung yang masih kecil tidak terlantar.
Ilustrasi
gambar dari : https://www.google.com/search?client=firefox-a&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&tbm=isch&sa=1&ei=klNpWvWZHYSavQSDy6CoDQ&q=gambar+burung+hantu+piaraan+kartun&oq=gambar+burung+hantu+piaraan+kartun&gs_l=psy-ab.3...7279.8716.0.10429.6.6.0.0.0.0.105.500.5j1.6.0....0...1c.1.64.psy-ab..0.0.0....0.0r_g_nOCug8
No comments:
Post a Comment