Breaking

Selamat datang di blog Rahmi Intan. Blog ini mengenai seputar karya-karya Rahmi Intan

Thursday, January 18, 2018

Facebook (Cerpen Remaja)


Facebook
Oleh : Rahmi Intan

Lima belas menit berlalu. Bus yang akan ditumpangi masih belum terlihat lewat. Semilir angin pagi dan embun menusuk ke dasar tulang, membuat badan menggigil. Biasanya kalau pagi udara dingin pertanda hari akan panas, apalagi sekarang masih bulan maret. Di pagi hari memang jarang bus yang lewat cepat, disebabkan macet berkepanjangan. Ditambah lagi ia sering datang lebih awal di halte, tentunya ia lebih lama menunggu dari yang lain.
Andalan untuk dijadikan pelampiasan kesal adalah facebook. Ngoceh dengan pelbagai status yang setiap detik bertambah puluhan like. Menjadikan sedikit lupa diri terhadap sekeliling. Saking asiknya, tiga sekawanan di sebelah kiri dan kanan tak dihiraukan. Ia berusaha menutupi layar ponsel agar tak dilihat oleh orang di sebelah, namun tertuju matanya tak lepas dari layar. Sedari tadi ketiga sekawanan itu curi-curi pandang ke layar ponselnya, tapi mereka diam. Tetap menikmati semilir angin di halte dan menunggu bus berhenti di depan mereka.
Phone cell baru, ya? Cie.. cie..! Chatting sama siapa? Sudah lupa dengan sahabat,” sapa Andin.
“Hahh!” matanya tertuju ke sebelah kiri dan kanan. Tak mampu sebenarnya melihat wajah ketiga sahabat karena malu. Buru-buru ia pasang senyum manis.
“Awas, ya,  nanti!” ketus Andin kembali. Jari telunjuk Andin arahkan ke wajahnya.
Diam kembali menyelimuti hingga bus tepat berhenti di hadapan. Percakapan mereka terputus disebabkan tempat duduk terpisah di dalam bus.  Hanya sebuah senyum  dan jempol memberi isyarat bahwa semuanya baik-baik saja.
Hari itu ketiga sahabatnya terlalu sibuk urusan masing-masing. Turun dari bus mereka langsung berpisah. Biasanya langkah mereka berempat menuju kantin di sudut sekolah di pagi hari, mengisi perut kosong, terkadang hanya ingin bersenda gurau. Jadilah kantin tempat persandaran mereka.
“Maaf, aku harus ke perpustakaan dulu. Banyak buku yang harus dipinjam untuk tampil dalam lomba nasional minggu besok,” ucap Rea. Mengambil langkah seribu menuju perpustakaan.
Ponsel Andin berdering. Beberapa menit Andin berbicara. “Aku minta maaf juga, Sera, Alia. Aku terburu-buru, ada janji sama Kak Bunga untuk acara fashion show minggu besok. Dadah!” Andin berlari menuju arah kanan dalam sekolah, sebelah ruang guru.
“Kamu bagaimana, Sera? Ada acara juga?” tanyanya spontan.
“Tidak. Kita berdua ke kelas saja. Hari ini jadwal piketku.”
Pelajaran berlangsung khidmat. Ia arahkan pandangan ke sahabat sebelahnya. Ia merasa cemburu karena mereka terlalu sibuk belakangan ini. Waktu jalan-jalan bersama, makan bersama, berkumpul, dan tertawa bersama tak begitu terlihat lagi sejak dua hari yang lalu. Rasa iba hati ia kumpulkan, tak berani mengungkapkan kepada mereka. Ia menunggu waktu yang tepat untuk berbicara. Sekitar dua hari lagi, harus bersabar sampai tiba waktunya.
****
Acara yang ditunggu-tunggu hadir. Ia semangat mengikuti acara, melihat penampilan Andin dan Rea di panggung. Artinya setelah itu sahabat balik ke dalam rangkulannya kembali seperti sediakala. Ia menginginkan hal itu terjadi agar tak kesepian. Menunggu sahabat tak sibuk lagi.
Alangkah terkejut kala ia melihat Andin, Rea, dan Sera memasang photo profil facebook bertiga dengan foto yang sama. Tak terlihat ia di dalam photo. Rasa semakin berkecamuk, ingin meneteskan air mata tapi acara belum usai. Malu kalau menangis di depan anak-anak lain, nanti dibilang cengeng. Ditanya ini-itulah, pokoknya masalah akan semakin panjang.
“Penampilanmu bagus, Andin! Kamu juga Rea. Menakjubkan!” ucap salah satu dari segerombolan perempuan narsis dan necis ini.
“Terima kasih. Makan bareng ke kantin, yuk! Aku yang traktir,” ujar Andin mengajak. Tak menghiraukan ia yang duduk menanti hampir lebih dari sejam.
Ia langkahkan kaki pulang ke rumah. Tak ada gunanya ia duduk berlama-lama di situ. Teman yang ia katakan sahabat karib itu tak mempedulikan keberadaannya. Ia tatap ketiga sahabat dari kejauhan sebelum menuju halte, menunggu bus.
“Jika kalian lebih senang berteman hanya bertiga, juga lebih senang bergaul dengan mereka yang necis, aku ikhlas. Sadar bahwasannya aku bukan anak orang berduit seperti kalian.”
Empat hari berlalu. Photo profil ketiga sahabatnya belum berganti juga. Setiap hari ia pandangi selalu, berharap berubah. Pagi itu ia telah putuskan untuk menghindar, karena merasa tak pantas lagi dengan mereka. Percakapannya dengan seseorang malam itu di facebook membuatnya melayang-layang ke udara. Ingin rasa ia bertemu dengan laki-laki itu. Baru kali ini ia merasakan kasmaran begitu dalam, maklum cinta pertama sejak ia lahir.
Berjanjilah ia dan laki-laki di facebook itu di taman kota selepas belajar matematika, pulang sekolah. Membuat semua murid pusing tujuh keliling. Ia duduk manis di bawah pohon rindang menunggu. Ia berpikir pasti sahabatnya akan iri nanti, karena ia lebih duluan punya pasangan dari mereka.
Dua puluh menit berlalu. Laki-laki yang ditunggu tak jua menampakkan diri di taman. Nyaris ia putus asa, namun tetap teguh pendirian.
  “Pasti laki-laki itu akan datang. Tak mungkin ia ingkar janji. Ingkar janji berarti berkhianat,” mengeluskan tangan ke dada, menghibur hati.
Tiba-tiba datang sebuah pesan ke facebooknya. “Aku tak bisa datang hari ini, Alia. Mungkin untuk selamanya juga tak akan datang. Mama menjodohkanku.” Begitulah bunyi pesan di facebooknya. Ia sangat kecewa sekali. Kini ia tak tahu ke mana akan mengadu lagi. Sahabat telah pergi. Laki-laki yang ingin berkenalan dengannya akan dijodohkan. Tangis tak terbendung. Air mata mengalir selama lima menit di pipinya. Sebuah pesan datang lagi dengan orang yang sama.
“Menolehlah ke belakang!”
Buru-buru ia menoleh ke belakang. Sebuah kue coklat besar mendarat di pipi sembab karena genangan air mata. Air mata dan kue bercampur padu di wajah cantiknya. Pelan-pelan ia buka mata agar tak terasa perih. Sangat penasaran sekali ingin melihat siapa yang menaruh kue coklat itu di wajahnya. Padahal ia sudah berdandan secantik mungkin.
Setelah mata terbuka lebar, ia lantas tercengang, sangat tercengang. Andin, Rea, dan Sera mengelilinginya, menatap ia dalam-dalam. Tak satu pun dari mereka yang tersenyum. Ia semakin bingung dan bingung. Apa yang dikehendaki sahabatnya sekarang?
“Katanya kita tidak boleh pacaran sebelum lulus dari SMA ini. Kenapa kamu ingin berpacaran?” ketus Sera. Cemberut.
“Pacaran? Aku tidak pacaran,” jawabnya gagu.
“Ini siapa? Pacar kamu, bukan?” sambil menyodorkan ponsel ke wajahnya.
“Hah! Kenapa facebook laki-laki ini ada pada kalian?” lama ia berpikir. Belum sempat berbicara.
“April mop! Selamat ulang tahun juga, ya! Semoga panjang umur! Apa yang dikehendaki tercapai. Paling terpenting jangan coba berbohong lagi. Jangan sibuk dengan ponsel sendiri sampai lupa sama kami,” ujar Rea.
“Terima kasih sahabat-sahabatku! Eh, tunggu.. Laki-laki yang mengirim pesan ke facebookku siapa?”
“Kamiiiii. Hahahaha.” Jawab mereka bertiga serempak.
“Dasar, ya! Jail!”
“Sebenarnya empat hari lalu kami bersandiwara dengan segerombolan perempuan necis itu. Kami sengaja memasang photo profil bertiga agar kami tahu, kamu cemburu atau tidak. Satu hal di sini, kami tak pernah melarang kamu berpacaran, tapi reaksi kamu ketika dikirim pesan oleh laki-laki samaran membuat kamu lupa segalanya. Bela-belaan dandan cantik begini. Padahal kamu bukan tipe orang pedandan.”
“Ya, aku mengerti. Maaf. Terima kasih untuk hari ini! Aku sangat bahagia,” jawabnya. Memeluk ketiga sahabat karibnya itu.
Hari ini ia mendapat pelajaran berharga bahwa facebook bukan hal pokok dalam hidup. Karena terpedaya facebook ia hampir kehilangan sahabat karib. April kali ini serta ulang tahun yang ke 17 membuatnya lebih dekat dengan sahabat. Andin, Rea, dan Sera nampaknya memang lebih sensitif, sensitif untuk tidak ingin ia pergi dan mendua lagi. Tak mungkin meruntuhkan persahabatan selama empat tahun lebih di april ini.
[Lolos Lomba Cerpen Bersama Kaifa Publishing, tema ‘April Mop’]

Untuk mendapatkan buku bertema April Mop, bisa langsung ke narahubung Penerbit Kaifa Publishing.

Ilustrasi gambar dari : https://pixabay.com/id/facebook-rapat-sosial-pribadi-260818/

No comments:

Post a Comment