Breaking

Selamat datang di blog Rahmi Intan. Blog ini mengenai seputar karya-karya Rahmi Intan

Wednesday, January 24, 2018

Kala Air Mata Menjadi Mutiara (Cerpen Motivasi)



“KALA  AIR  MATA  MENJADI  MUTIARA”
Oleh : Rahmi  Intan

            Mutiara berkilauan menyinari, seperti sang fajar menyambut pagi. Sebuah harapan besar dari air mata perjuangan akan meraih aspirasi dengan kobaran semangat membara, kelak akan dinikmati oleh orang banyak. Kepentingan untuk diri sendiri, orang tua, dan juga khalayak ramai.
            Pagi itu, kulangkahkan kaki menuju tempatku menimba ilmu sejak satu tahun terakhir ini. Sebuah kobaran semangat nampak di wajahku dengan senyuman manis, meskipun hanya dengan berjalan kaki menuju kampus. Tak penting dengan sebuah kendaraan motor, hanya akan menambah polusi udara. Kalau kaki mampu menjadi kendaraan, kenapa tidak?
            Teriakan dari sudut lokal terdengar memanggil namaku.
“Afila! Ayo.. Ke sini! Kamu adalah orang kedua datang setelah aku.”
Benar saja, temanku, Ratu. Ternyata telah duduk di dalam sudut lokal, dia memang anak rajin, tapi aku juga tak kalah darinya. “Aku tidak terlambat, kan?”
Sebuah senyuman manis dia lemparkan kepadaku, aku juga membalasnya dengan senyuman manis dari bibirku. Bukankah sebuah senyuman adalah ibadah? Kalau senyuman adalah ibadah, semampu kita, ya, tersenyum, tapi jangan tersenyum selalu, nanti disangka gila.
            Sebentar lagi, pagi akan berganti menjadi siang, terik matahari sangat mencekam. Sesekali aku pegang buku dan kukipaskan ke arahku, keringat sedikit mengucur di dahiku, namun pelajaran belum usai, yang namanya perjuangan ya, begini. Panas hari pun tak menjadi halangan, aku tetap khidmat memperhatikan pelajarannya. Beberapa menit setelah itu, mata kuliah Student Guide PC berakhir, setelah tadi pagi belajar bahasa pemograman C++, membuat badan terasa lelah.
“Pelajaran hari ini telah usai! Senin besok kita lanjutkan kembali, silahkan dicatat soal di depan! Kalian cari di internet, senin besok dikumpulkan. Jangan lupa! Assalamu’alaikum!”
“Walaikumussalam!”
Usai dosen berlalu dari hadapan, lokal yang kutempati ribut seperti pasar. Berjalan ke sana-sini, mencatat soal dipapan tulis, ada yang berjalan menuju parkiran kampus, dan selebihnya.
“Aku mau pulang dulu.”
“Aku di sini saja, menikmati wi-fi gratis!”
Yang lainnya menjawab, “Tugas jangan lupa! Jangan main facebook dan twitter melulu! Nanti tidak dapat gelar sarjana kamu.”
“Iya, iya. Bawel ahh! Aku tahu itu, prioritas terpenting itu taat beribadah, membahagiakan orang tua, lalu mengejar impian, dan juga meraih cita-cita mulia.”
            Pikiranku sempat melayang mundur ke belakang mendengar ucapan temanku tentang prioritas terpenting itu taat beribadah, membahagiakan orang tua, lalu mengejar impian, dan juga meraih cita-cita mulia. Aku ingat, ketika aku masih MTsN dulu, cita-citaku ingin menjadi guru teladan. Beranjak ke MAN, cita-citaku berubah ingin menjadi seorang dokter hebat, menangani pasien dengan bijaksana dan ramah. Ayahku hanya menjawab dengan singkat dan padat.
“Afila! Shalat dan sekolah yang paling utama sekarang.”
Aku hanya menganggukkan kepala mendengarnya, menurut kata ayahku.
            Pernah suatu ketika, setelah aku lulus, keinginan untuk kuliah sangatlah tinggi dengan niat ingin menegakkan jati diriku dari cemoohan orang-orang di sekitar, lantaran ayahku hanya orang kurang mampu. Malang nian nasib, kuliah yang aku impikan dan dambakan pada saat itu tidak tercapai, karena uang ayahku tidak mencukupi.
            Deraian air mata kubiarkan mengalir membasahi pipi, denyutan kepala terasa sakit sekali seakan semua sel darah di seluruh tubuh mengalir menuju sel otakmembuatku tak berdaya. Pandangan iba terlihat di wajah ayah ketika memandangiku.
“Sudahlah! Jangan dipikirkan, Nak! Kita kuliah tahun depan, in syaa Allah.
Kepala kuanggukkan. Pancaran sinar dari wajahku terlihat kembali setelah Ayah menenangkanku. Sedikit demi sedikit aku bangkit dari keterpurukan, hingga bisa normal kembali seperti sediakala. Akhirnya aku juga bisa kuliah tahun depan, seperti sekarang ini.        Dalam lamunan, Ratu mengejutkanku. Ternyata dari tadi dia telah menepuk pundakku beberapa kali, tapi aku tetap dalam lamunan panjang mengingat kejadian pada waktu itu.
“Kamu memikirkan apa? Dari tadi aku perhatikan, melamun terus. Ada masalah?”
“Oh, tidak! Aku tidak apa-apa. Ayo.. Kita pulang!”
Kami beranjak dari lokal, lalu melangkahkan kaki menuju kos masing-masing, setelah selesai menimba ilmu di kampus yang terlihat mewah dengan ajaran agama yang kuat.
            Mimpi memang bunga dari kehidupan, bunga akan berkembang jika disiram dengan air setiap hari. Begitu juga impian, tentu dukungan dan dorongan dari orang tua, lalu usaha yang kulakukan setiap harinya menjadi sebuah andalan untuk mencapai kesuksesan.
            Ayahku selalu risau jika tidak menghubungiku, sebagai seorang anak perempuan, tentu Ayah selalu menanyakan keadaanku, begitu juga menanyakan keinginannya. Jarak memang bukan suatu penghalang untuk berkomunikasi, ayahku memang tidak terlalu kuno dengan media sosial, bermain facebook dan internet lewat ponselnya.
            Malam itu terdengar percakapanku dengan ayah melalui ponsel, kulekatkan headseat ke telingaku supaya suaranya terdengar jelas.
“Bagaimana keadaan kamu, Nak? Apa sehat-sehat saja?”
Alhamdulillah! Sehat, Yah! Ayah sendiri bagaimana? Perkerjaan ayah sekarang bagaimana?”
Alhamdulillah! Sehat juga. Pekerjaan ayah sekarang cocok dengan kemampuan ayah, Nak. Jadi, tidak masalah! Jangan terlalu dipikirkan! Oh iya, kamu sekarang sudah mulai menulis atau belum?”
Pertanyaan ayah membuatku terdiam sejenak. Ayah dari dulu memang ingin sekali aku untuk berusaha menulis sebuah cerpen dan puisi. Aku memang tidak terlalu hobi menulis, karena impianku adalah menjadi seorang musisi dengan banyak ciptaan lagu.
            Tiba-tiba ponselku mati karena habis baterai, aku lupa mengisinya tadi siang. Percakapanku terputus dengan ayah. Pertanyaan ayah yang belum terjawab olehku, masih kupikirkan sampai tidur menjelang. Tak sadar, ternyata aku telah terlelap hingga sang fajar menyonsong dengan sendirinya, sebuah ciptaan Allah S.W.T.
            Perkataan ayah tadi malam membangkitkanku sepulang menuntut ilmu dari kampus. Aku mencari laptop di lemari. Pertama kali yang aku cari ketika laptop hidup adalah microsoft word. Siang itu terdengar kembali percakapanku dengan ayah.
“Yah! Setelah Afila pikir-pikir, pendapat ayah ada benarnya juga. Afila akan mencoba menulis seperti yang ayah inginkan.”
Alhamdulilah! Tujuan ayah menyuruh kamu, supaya nantinya ketika membuat skripsi kamu tidak kesusahan, karena telah dilatih dengan kebiasaan menulis, meskipun hanya menulis cerpen dan puisi. Selamat berjuang, Nak!”
“Terima kasih, Yah!”
Sejak saat itu, aku aktif di dunia tulis menulis, meskipun jurusanku bukan sastra dan belum semahir para senior-senior yang telah populer di kalangan orang banyak. Namanya berusaha pasti dari nol dulu, baru sedikit demi sedikit menjadi seratus. Kini baru kusadari, sebuah impian itu tidak hanya satu untuk diraih, sebisa mungkin raih semuanya. Ingat! Kerjakan sesuai dengan kemampuan, asal jangan terlalu berkhayal yang tinggi.
            Dulu aku berpikir, dokter dan musisi adalah impian dan cita-citaku. Ternyata tidak! Masih banyak impian dan cita-cita lain yang bisa kuraih dengan ekonomi yang pas-pasan. Perkataan yang dilontarkan ayah selalu ingat olehku, meskipun hanya sedikit-sedikit.
Lebih baik kita melakukan semua pekerjaan dan berguna untuk orang banyak walaupun hanya bisa, daripada melakukan satu pekerjaan saja hanya dengan mampu.
Biarkan suatu saat waktu yang akan menjawab impian dan cita-citaku. Sebuah air mata perjuangan dari orang kurang mampu menjadi sebuah mutiara yang bersinar terang menuju kesuksesan dan kejayaan hidup, tidak hanya di dunia, tapi di akhirat kelak.
Kala air mata menjadi mutiara, semua akan bisa diraih demi kemaslahatan orang banyak. Meskipun tidak bisa menduduki kursi di dalam istana, setidaknya bisa membuat gedung untuk orang awam. 

Cerpen ini terpilih sebagai 45 nominator pada Penerbit FPBN tahun 2014.

Ilustrasi gambar dari : https://www.google.com/search?client=firefox-a&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&tbm=isch&sa=1&ei=kz1pWpKTBcHcvgTz4IrABw&q=gambar+Kala+Air+Mata+Menjadi+Mutiara+&oq=gambar+Kala+Air+Mata+Menjadi+Mutiara+&gs_l=psy-ab.3...6224.6224.0.9471.1.1.0.0.0.0.103.103.0j1.1.0....0...1c.1.64.psy-ab..0.0.0....0.Yu7Nv3-gAqo

No comments:

Post a Comment