Breaking

Selamat datang di blog Rahmi Intan. Blog ini mengenai seputar karya-karya Rahmi Intan

Sunday, February 4, 2018

Menyelami Makna Persahabatan (Resensi)


“Menyelami Makna Persahabatan”

Sahabat, ya, dia yang selalu merangkulmu di saat suka maupun duka. Tak jarang  dia meninggalkanmu. Namun, hanya ada satu di antara seribu yang mau mendengar keluh kesahmu. Ada saat duka maupun suka. Tentunya kita semua punya kisah masing-masing bersama sahabat, entah itu sahabat laki-laki maupun sabahat perempuan. Seperti kisah yang dituangkan para Cerpenis di dalam buku ini. Mereka menyuguhkan rentetan permasalahan dan kebahagiaan menjadi sebuah sastra yang menggugah.
          ‘Sepasang Mata untuk Khaira’ adalah salah satu cerpen di dalam buku ini. Cerpen ini mengisahkan seseorang yang rela mendonorkan matanya demi sahabat. Ia sangat ingin melihat indahnya pelangi seperti yang dikatakan orang-orang.
          “Aku hanya bisa mendengarkan perkataan orang. Alangkah bahagianya hati ini jika aku bisa melihatnya untuk satu menit saja. Tapi Allah belum mengizinkan aku untuk melihat semuanya itu. Aku yakin Allah sangat sayang padaku. Mungkin Allah lebih menyukai aku seperti ini, yang tak bisa melihat kebesaran ciptaan-Nya.” (Hal 31)
          Aisyah, sahabat sejati yang berada selalu di sampingnya diam-diam mendonorkan mata kepadanya. Pada akhirnya Aisyah tak tertolong lagi. Aisyah telah meninggalkan dunia setelah mendonorkan sepasang bola mata kepadanya. Pengorbanan Aisyah membuatnya menangis dan menyesal.
          “Andai saja aku bisa memilih, aku tak akan mengharapkan sepasang bola mata jika aku harus kehilanganmu, Aisyah. Mungkin ini sudah menjadi kehendak Allah. Aku yakin kamu bahagia di alam sana.” (Hal 43)
          Ada juga cerpen lain yang patut dibaca dan bisa juga dijadikan contoh teladan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti cerpen ‘Tiga Sahabat’ karangan Reni Asih Widyastuti. Cerpen ini mengisahkan seorang perempuan yang mempunyai tiga sahabat, tetapi saling berjauhan. Namun begitu, keakraban yang dijalin tak pernah pupus.
          Sahabat pertamanya, mereka bertemu ketika sekolah dasar. Sahabatnya ini orang yang sangat baik budi pekertinya. Mau berbagi di kala susah maupun senang. Karena sedikit perselisihan ia berinisiatif meminta maaf. Permintaan maafnyalah yang menjadikan persabatan mereka langgeng.
Sahabat keduanya, mereka sama-sama mencari pekerjaan. Berjuang mati-matian. Sudah mencari kerja ke mana-mana tetapi tidak dapat-dapat jua. Nyaris mereka putus asa dibuatnya. Bayangkan saja setiap hari mereka ke sana kemari naik angkot, berharap ada yang menerima mereka di tempat kerja. Hingga akhirnya mereka mendapat pekerjaan walau terpisah jarak.
Sahabat ketiganya, mereka bertemu melalui dunia maya di tahun 2014. Temannya bekerja di Taiwan. Ia sangat ingin seperti sahabatnya menjadi seorang Penulis. Baginya sahabatnya telah sukses. Sebab telah memiliki banyak karya dan sudah terbit di majalah. Ini membuktikan bahwa sahabatnya sudah mendapatkan apa yang diharapkan. Ia sangat ingin seperti sahabatnya itu; menyusul.
          Inilah bukti bahwa sahabat sangat berharga di dalam hidup. Memang tak hanya seberapa yang bisa dijadikan sahabat. Tetapi sudah cukup untuk mengerti hidup satu sama lain. Buat apa banyak, namun sama sekali tidak mengerti susah dan senang satu sama lainnya. Hanya tawa meledak saja yang terdengar. Tangis kecil tak dihiraukan.
          Ada lagi sebuah cerpen di dalam buku ini yang sangat memukau ‘Sahabatku, Cahaya’. Cerpen ini mengisahkan tentang dua sahabat yang berjauhan. Ia memiliki teman bernama Nur Atika. Waktu itu temannya tidak masuk sekolah. Ia sangat khawatir sekali. Pertanyaan silih berganti membumbung di benaknya.
          “Nur Atika, ada apa denganmu? Kenapa akhir-akhir ini kau jarang masuk sekolah? Apakah itu tidak membuatmu menyesal pelajaran sekolah yang terlewati? Ah, semoga dia baik-baik saja, ya, Allah. Walau aku sendiri menjadi sepi sebab ia absen tanpa menitipkan surat izin tidak berangkat sekolah.” (Hal 152)
          Setelah dewasa, sebelum meninggalkan desa, ia mencoba bertandang ke rumah sahabatnya itu. Berharap sepucuk harapan mendapat kabar yang hakiki. Lagi-lagi hanya kabar simpang-siur. Pergi ke luar negeri pilihannya saat itu, demi ekonomi keluarganya. Ribuan waktu terlewati, menyimpan kenangan bersama sahabatnya itu. Maraknya akun facebook dan blog membuat ia tergiur mencobanya. Berharap teman lamanya, Nur Atika bisa menemuinya, dan bercanda gurau kembali seperti sediakala.
          Benar saja, mereka dipertemukan kembali di akun facebook. Waktu itu, untuk kesekian kalinya ia mencari nama Nur Atika. Sejak saat itu mereka saling bergurau kembali. Keduanya melepaskan tawa di inbox  facebook setelah sekian lama saling mencari satu sama lain. Maklum, satu di Indonesia dan satunya lagi di Taiwan.
          Dari cerpen ini kita bisa memetik hikmah bahwa media sosial bisa menghubungkan sebuah persahabatan yang lama hilang. Memang media sosial kerapkali memiliki banyak sisi negatif, tetapi tidak ditutup kemungkinan memiliki banyak sisi positifnya juga. Tergantung kita konsumen yang mempergunakannya.  
          Tidak hanya tiga cerpen di atas saja yang menyajikan cerita menarik. Namun banyak lagi cerita-cerita unik dari cerpenisnya, kisah-kisah yang mengugah hati. Ada cerita duka, cerita bahagia, cerita haru, dan lain sebagainya. Membuat terkesima, sesekali membuat air mata menetes ketika membacanya. Tak jarang kita terbawa arus suasana dan tak bosan-bosan membacanya.   
          Hadirnya buku diharapkan agar kita bisa menyelami dan memaknai arti persahabatan sesungguhnya. Buku ini sangat layak dibaca oleh siapa saja. Sangat baik dibaca di waktu senggang. Sungguh, kumpulan cerpen inspiratif.





Judul buku              : Sepasang Mata untuk Khaira
Penulis                   : Emira Mora, dkk
Penerbit                 : FAM Publishing (Pare, Kediri, Jawa Timur)
Tahun terbit           : Maret, 2015
Tebal buku              : 162 halaman
ISBN                      : 978-602-335-018-6
Peresensi                : Rahmi Intan
Tempat tinggal       : Salibawan, Pasaman, Sumatera Barat


             

No comments:

Post a Comment